KEPMEN NO 30 TAHUN 2012 MEMATIKAN INDUSTRI PERIKANAN LAUT INDONESIA
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 30 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Peraturan itu memberikan keistimewaan kepada kapal-kapal penangkap ikan berukuran besar, di atas 1000 grosston (GT) yang menggunakan alat tangkap pukat cincin (purseseinne) yang beroperasi tunggal untuk menangkap ikan di perairan lebih dari 100 mil, dan melakukan alih muatan (transhipment) ikan untuk diangkut ke luar negeri. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 30 Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia ini dapat berakibat seperti memberikan legalisasi terhadap pencurian ikan di laut, menyebabkan nelayan Indonesia akan menjadi penonton penjarahan ikan oleh kapal-kapal besar milik asing, dan menghancurkan industri pengolahan ikan nasional.
Tidak diwajibkan kapal-kapal penangkap ikan berukuran di atas 1000 grosston (GT) yang menggunakan alat tangkap pukat cincin (purseseinne) mendaratkan ikan di pelabuhan domestik, dan justru dapat melakukan alih muatan (transhipment) ikan untuk langsung diangkut keluar negeri. Ini juga dapat diartikan memberikan fasilitas bagi kapal-kapal asing, di antaranya China, Jepang, Spanyol, dan Taiwan untuk mengeruk potensi ikan di perairan Indonesia. Menjadi tidak lucu jika pada tahun 2013 negara Indonesia mencanangkan perairan laut Indonesia bebas dari illegal fishing, justru yang terjadi sepertinya melegalkan terhadap pencurian ikan di laut.
Maraknya kapal berukuran besar di atas 1000 GT, sedangkan nelayan Indonesia kebanyakan hanya punya kapal penangkap ikan berukuran 30-100 GT, atau kapal yang berukuran 500-800 GT itupun hanya punya 21 unit, tentu saja menjadikan nelayan Indonesia akan menjadi penonton terjadinya penjarahan potensi ikan perairan Indonesia oleh kapal asing. Hal ini akan dapat memicu konflik antar nelayan di laut.
Dicontohkan Industri olahan, PT Indomaguro Tunas Unggul (Kompas,16/2), rata-rata pasokan bahan baku ikan di industri pengolahan ikan saat ini hanya 30 ton per hari dari kapasitas produksi 50 ton per hari. Sementara utilitas gudang pendingin ikan hanya 20 persen dari kapasitas terpasang 14.000 ton. Lewat Pasal 69 Ayat 3 aturan yang sama, menjadikan kapal asing melakukan alih muatan (transhipment) ikan untuk diangkut ke luar negeri, hal ini akan menyebabkan industri olahan ikan dalam negeri akan hancur karena tidak tersedianya ikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar