DENGGOL Bicara Siapa
Dia:Pantau Titik Rawan Penyimpangan
MAJALAHGALANG.COM-PAPUA SELATAN:Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menegaskan komitmennya untuk memastikan Dana Otonomi Khusus (Otsus), khususnya
di Papua Selatan, digunakan secara transparan dan akuntabel. Hal ini
disampaikan langsung dalam Seminar dan Lokakarya Pencegahan Korupsi dalam Tata
Kelola Dana Otsus bekerja sama dengan Deutsche Gesellschaft für Internationale
Zusammenarbeit (GIZ) melalui program Corruption
Prevention in Forestry Sector (CPFS) serta Pemerintah Provinsi
Papua Selatan, yang digelar di Merauke, Papua Selatan, Rabu (20/8).
Kepala
Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian
Patria, mengingatkan bahwa sudah hampir 25 tahun Dana Otsus Papua berlangsung.
Namun, manfaatnya belum sepenuhnya dirasakan masyarakat.
Terlebih,
KPK bersama GIZ melalui program CPFS menemukan 10 titik rawan dalam tata kelola
dana Otsus, yaitu: 1. Keterlambatan Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP); 2.
Musrenbang Otsus terpisah; 3. Kurangnya kapasitas SDM; 4. Aplikasi belum
terintegrasi; 5. Data akurat belum tersedia; 6. Pengawasan belum optimal; 7.
Salah penggunaan; 8. PBJ belum optimal; 9. Belum berorientasi hasil dan laporan
belum memadai; serta 10. Regulasi belum sinkron.
“Ketika
kami turun ke lapangan, masyarakat sering kali bertanya ‘mana itu dana Otsus?
Bikin apa?’. Artinya ada masalah serius dalam tata kelola. Dana Otsus bercampur
dengan APBD, sehingga sulit ditelusuri dan dievaluasi. Karena itu, KPK
mendorong integrasi sistem di perencanaan dan penganggaran agar alur dana bisa
dilacak secara jelas dari hulu ke hilir,” ujar Dian saat membuka kegiatan.
Pun,
sebagai langkah perbaikan, KPK merekomendasikan agar setiap program atau
kegiatan yang dibiayai Dana Otsus diberi label khusus. Sehingga manfaatnya
dapat diketahui dan dirasakan langsung oleh masyarakat. “Contohnya, pada
pembangunan fisik seperti gedung atau jalan, perlu dicantumkan keterangan bahwa
proyek tersebut menggunakan Dana Otsus,” jelas Dian.
Perkuat Sinergi, Jaga Dana Otsus Tepat
Sasaran
Sejalan
dengan amanat Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019, KPK menjalankan fungsi
koordinasi dan supervisi dengan melibatkan Kementerian Keuangan, Bappenas,
Kemendagri, BPKP, LKPP, serta BP3OKP. Koordinasi ini melahirkan sejumlah
perbaikan salah satunya penyatuan tiga sistem digital, yakni Sistem Informasi
Pemerintahan Daerah (SIPD), Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), dan Sistem
Informasi Perencanaan, Penganggaran, dan Pelaporan Pembangunan Papua (SIP3),
untuk memisahkan dan menandai alokasi dana Otsus.
Selanjutnya,
sebagai salah satu variabel dalam penentuan alokasi dana Otsus, pembersihan
data Orang Asli Papua (OAP), menjadi bagian penting agar program dana Otsus
lebih tepat sasaran. “Ini langkah sederhana, tapi krusial untuk mencegah moral
hazard, seperti satu kegiatan yang diklaim dibiayai lebih dari satu
sumber,” tegasnya.
Untuk
itu, kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan untuk memperkuat
regulasi daerah, menyusun rencana aksi sinkronisasi data Orang Asli Papua
(OAP), membuka ruang partisipasi publik, serta memperbaiki mekanisme
pengawasan. KPK juga turut memastikan akan mengawal hasil lokakarya hingga
level kementerian bahkan Presiden, agar perbaikan tata kelola dana Otsus
berjalan efektif.
Perlu
diketahui, dalam tiga tahun terakhir alokasi Dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk
Papua Selatan mengalami fluktuasi. Pada tahun 2023, dana yang diterima mencapai
Rp1,48 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp1,97 triliun pada 2024, namun
kembali menurun menjadi Rp1,62 triliun pada 2025. Dana Otsus ini berasal dari
Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional sebesar 2,25%, yang digelontorkan melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sementara,
sesuai UU No. 2 Tahun 2021, dana Otsus Papua Selatan TA 2025 sebesar 2,25% dari
DAU tersebut, selama ini dialokasikan untuk 1% kegiatan yang bersifat block
grant yakni pelayanan publik dan kesejahteraan Orang Asli
Papua (OAP), serta 1,25% kegiatan specific grant yakni
sektor pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Kendala dalam Implementasi Dana Otsus
Pada
kesempatan yang sama, Gubernur Papua Selatan, Apollo Safanfo, mengungkap bahwa
terdapat sejumlah kendala dalam pelaksanaan dana Otsus di Papua Selatan. Salah
satunya yakni benturan regulasi antara Undang-Undang Otsus dan berbagai
undang-undang sektoral kementerian/lembaga pusat.
Meski
UU Otsus seharusnya memberikan kekhususan bagi Papua, kata Apollo dalam
praktiknya aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) seringkali lebih
kuat posisinya dibanding Peraturan Daerah Khusus (Perdasus), sehingga program
Otsus di tingkat daerah menjadi lemah.
"Hingga
saat ini, regulasi turunan UU Otsus baru berupa tiga PP, yakni PP No. 54 Tahun
2004 tentang MRP, serta PP No. 106 dan PP No. 107 Tahun 2022. Selain itu,
pasal-pasal dalam UU Otsus juga cenderung bersifat delegatif sehingga
menyulitkan implementasi di lapangan,” tutur Apollo.
Dengan
demikian, melalui kegiatan ini, Apollo menyampaikan apresiasi atas kehadiran
KPK dan GIZ yang mendorong perbaikan tata kelola dana Otsus, salah satunya
dengan memperbaiki kendala yang selama ini ditemui di lapangan. Menurutnya,
dana Otsus seharusnya berfungsi sebagai pendorong percepatan pembangunan, bukan
menggantikan Dana Alokasi Umum (DAU) yang telah dialokasikan sebelumnya.
"Saya
ibaratkan seperti perahu bermesin ganda. DAU itu mesin utama, dan Otsus adalah
tambahan tenaga. Sayangnya, yang terjadi justru Otsus menggantikan DAU,
misalnya di sektor pendidikan,” tambah Apollo.
Tata Kelola Berbasis Integritas
Agar
tepat sasaran, Dian kembali menyinggung bahwa tata kelola dana Otsus harus
berintegritas. “Selama lebih dari 20 tahun, lebih dari Rp200 triliun telah
digelontorkan ke Tanah Papua, tetapi angka kemiskinan dan putus sekolah masih
tinggi. Kita tidak boleh lagi membiarkan Otsus berjalan business
as usual. Harus ada terobosan nyata, baik jangka pendek maupun
jangka panjang,” tegasnya.
Senada,
Apollo mengingatkan bahwa semakin besar dana yang diterima, semakin besar pula
potensi penyalahgunaan kewenangan hingga celah dalam perilaku lancung. Untuk
itu, ia meminta jajarannya mengawal penggunaan dana Otsus dengan penuh integritas.
“Kita
harus terus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dari anggaran yang kita
kelola, sehingga kita bisa menghindarkan diri dari pertama penyalahgunaan
kewenangan dan penyalahgunaan anggaran. Kedua, kita perlu merencanakan dan
melakukan pengawasan yang ketat; ketiga perlu mengikutsertakan partisipasi
masyarakat dalam program yang dilaksanakan pemerintah; keempat peningkatan
kapasitas aparatur,” pesan Apollo.
Seminar
dan lokakarya yang berlangsung 20–22 Agustus 2025 di Merauke ini ditujukan bagi
pemerintah daerah di Provinsi Papua Selatan untuk meningkatkan kesadaran dan
pemahaman tentang tata kelola dana Otsus yang berintegritas, berbasis data
akurat, serta berdampak sesuai Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua
(RIPPP).
Kegiatan
ini juga diharapkan dapat memberikan perbaikan regulasi, rencana kerja
pendataan OAP, kesepakatan koordinasi rutin dengan BP3OKP, platform partisipasi
publik untuk transparansi, serta model pengawasan dan evaluasi yang lebih
efektif.Source https://www.kpk.go.id/id-//majalahgalang.com//ras/sabar sembiring)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar