Kamis, 11 Agustus 2011

Pedagang Dan Tukang Bakso Inopatif Nasionalis


11.08.2011 13:58

Inovasi Tukang Bakso Yang “Nasionalis”

Penulis : Syafnijal Datuk Sinaro   
(foto:SH/Syafnijal Datuk Sinaro)
Profesi boleh saja tukang bakso keliling, tapi siapa sangka berkat inovasinya tercipta mesin giling rumput yang bisa membantu banyak peternak sapi atau kambing di daerahnya.
Kendati begitu, buah karya si tukang bakso ini tidak langsung dihargai para peternak di desanya dengan alasan rumput yang tersedia di lingkungan mereka berlimpah.

Baru 10 tahun kemudian, para peternak sadar bahwa mesin yang diciptakan Haryanto -- si tukang bakso tersebut -- ternyata sangat bermanfaat bagi kelangsungan usaha mereka. Kini para peternak mulai memesan mesin giling rumput tersebut. Bagi mereka yang belum sanggup membeli, Haryanto—pencipta mesin—menjual rumput halus yang sudah digiling. Selain itu, ia menerima upahan menggiling rumput dari peternak dengan tarif Rp 100/kg.

Di rumahnya yang sederhana di Desa Wonosari, Kecamatan Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur, Yanto--panggilannya sehari-hari-- bercerita tentang hal ikhwal proses pembuatan mesin giling rumput kepada SH, baru-baru ini.
Awalnya sekitar tahun 2000, Yanto menyaksikan para peternak sapi tetangganya hilir mudik setiap hari mencari rumput di kala kemarau.
“Kalaulah rumput tersebut bisa disimpan, tentu mereka tidak perlu tiap hari mencari rumput ke tegalan atau sawah. Apalagi rumput yang berlimpah saat hujan bisa disimpan untuk musim kemarau,” ujar Yanto memulai ceritanya.

Saat itu Yanto dan keluarganya sedang bersedih karena rumahnya baru saja kebakaran. Untuk menyambung hidup, ia menjual bakso berkeliling dari desa ke desa setiap hari dari siang hingga malam.
Keinginan untuk membantu peternak terus memuncak hingga akhirnya ia teringat bahwa sewaktu kecil pernah menonton program “Kotak Pos” di TVRI yang menayangkan mesin penggiling batang tebu dan batang jagung untuk dijadikan makanan ternak di luar negeri.
Ia lalu mempelajari cara kerja dan bentuk gigi serta pisau berbagai mesin pemotong dan mesin giling, termasuk mesin potong rambut.

Bentuk gigi dan cara kerja mesin tersebut ia orat-oret di kertas. Kesimpulannya, untuk membuat mesin penggiling rumput harus memiliki dua pisau. Pisau pertama untuk memotong-motong rumput yang kedua untuk mencacah hingga halus.
Setahun kemudian, atau awal 2001, ia mulai memproduksi mesin giling rumput sederhana. Karena tidak memiliki mesin bubut dan alat pengelas maka ia menumpang mengerjakan pembuatan mesin giling rumput ciptaannya di sebuah bengkel las di Desa Sri Sawah, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah, sekitar 40 km dari kediamannya.

Setelah mesin ciptaannya itu diuji coba ternyata tidak saja bisa memotong dan menghaluskan rumput, tapi juga bisa menghaluskan batang singkong, batang pepaya, ranting dan daun jati, batang jagung, daun kelapa dan daun kelapa sawit.
Tapi, untuk daun kelapa dan daun kelapa sawit, Yanto belum berani memberikan untuk dikonsumsi sapi karena khawatir lidinya bisa nyangkut di tenggorokan sapi.
Karena di desanya banyak warga yang menanam kakao, kini ranting kakao dan kulit kakao pun digiling untuk dijadikan hijauan ternak. Hanya sebelum digiling, kulit kakao dikeringkan hingga setengah kering agar tidak hancur saat diproses giling.
Kini selain memproduksi mesin penggiling rumput, Haryanto berdagang bakso. Namun sudah tidak berkeliling lagi karena sejak 2002, ia menyewa satu petak kios di pasar Wonosari. Tercatat sudah 13 unit mesin yang terjual dan masih ada beberapa pesanan yang sedang dikerjakan.
Yanto memproduksi mesin yang diberi nama “gilrum” di rumahnya, karena hasil penjualan mesin sebelumnya ia tabung untuk membeli mesin las, mesin bubut sederhana, dan alat-alat perbengkelan lainnya. Tanah dan rumahnya itu pun dibeli dari hasil penjualan mesin gilrum.

Mesin yang diproduksi Yanto memiliki dua tipe. Tipe pertama, yang besar, berkapasitas 1 ton rumput yang sudah halus/jam dengan mesin penggerak Kubota 8,5 PK yang dijual dengan harga Rp 19 juta. Kedua, yang kecil berkapasitas 7 kuintal/jam dengan mesin penggerak Kubota 6,5 PK dijual dengan harga Rp 15 juta.
Bagi pemesan yang menginginkan harga yang terjangkau alias lebih murah dari harga di atas, Yanto memasang mesin penggeraknya buatan China, yang besar dijual Rp 15 juta dan yang kecil Rp 12 juta.
Jual Rumput Halus

Sebagai upaya membantu peternak sekitarnya yang tidak mampu memiliki mesin, Yanto menyediakan dua mesin yang dioperasikan untuk menggiling rumput di rumah orang tuanya, tak jauh dari rumahnya.
Satu karung rumput halus dijual Rp 13.000. Pada musim kemarau ini, banyak peternak yang memesan rumput kepadanya. Selain itu, ia menyediakan jasa penggiling rumput dengan tarif Rp 100/kg.
Hal yang menarik, hijauan yang sudah dihaluskan tersebut bisa tahan hingga satu tahun tanpa tambahan obat atau zat apa pun, asalkan karungnya diikat rapat. Menurut pria kelahiran 20 November 1973, rumput itu masih bisa dikonsumsi sapi, meskipun sudah mengalami fermentasi secara alami oleh bakteri anaerob. Wibowo, Kades Wonosari yang sudah mencoba rumput halus hasil olahan gilrum buatan Yanto, mengatakan hingga tiga bulan rumput tersebut masih dikonsumsi sapi.
Meskipun sudah pernah ditayangkan di TVRI, stasiun televisi lokal dan harian lokal, pesanan terhadap gilrum tidak kunjung meledak. Bahkan, dinas terkait dari Kabupaten Lampung Timur tak ada perhatian terhadap mesin ciptaan warganya tersebut.

Baru dalam Penas HKTI di Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, baru-baru ini, Dinas Peternakan Lampung Timur membawa CD yang berisi tentang mesin gilrum. Ia juga berharap mesin ciptaannya bisa dipajang di stan Lampung Timur pada pameran Lampung Expo tingkat Provinsi Lampung di Bandar Lampung, bulan depan.
Yanto yakin jika menggunakan mesin penggiling rumput, peternak sapi akan lebih bergairah memperbesar jumlah ternaknya. Hal itu sudah dibuktikan oleh sejumlah kelompok tani di Lampung Timur yang membeli gilrum dari Yanto.

Jika sebelumnya satu anggota kelompok hanya mampu memelihara sapi paling banyak empat ekor karena kesulitan mencari rumput secara tradisional, kini rata-rata setiap anggota memelihara delapan hingga 10 sapi dengan tingkat pertumbuhan berat sapi naik dua kali lipat dibandingkan dengan diberi rumput yang dicari secara tradisional.
Soal bahan baku untuk digiling dengan mesin, menurut Yanto cukup melimpah. Apalagi di Lampung Timur yang merupakan sentra jagung, singkong dan padi. Selama ini pada saat musim panen, batang jagung, batang padi dan batang singkong banyak yang terbuang karena tidak bisa disimpan.

Kini seiring kian banyaknya petani yang memelihara sapi maka ketersediaan rumput berkurang, barulah sejumlah petani di berbagai kecamatan mulai melirik mesin buatan Yanto. Mesin gilrumnya mulai dimanfaatkan para peternak sapi di Lampung Tengah, Kota Metro, dan Lampung Timur.
Yanto juga sedang menggagas untuk memproduksi gilrum skala peternak kecil yang memelihara sapi empat hingga enam ekor dan membutuhkan rumput satu hingga dua kuintal per hari. Dengan diproduksinya mesin skala kecil ini diharapkan harganya lebih terjangkau oleh peternak.

“Bahkan, saya berpikir untuk menciptakan mesin yang digerakkan oleh dinamo sehingga sumber tenaganya bisa dari listrik PLN,” jelasnya bersemangat.
Selain untuk sapi, rumput hasil gilingan mesinnya juga bisa dikonsumsi kambing. Tiap hari Yanto bisa menjual 3-5 liter susu kambing per hari kepada warga sekitarnya dengan harga Rp 30.000/liter. Hijauannya dari rumput yang digiling dengan gilrum sehingga tidak perlu mencari rumput tiap hari.
Tekad Yanto hanya satu, yakni membantu peternak yang kesulitan hijauan sehingga produksi ternak meningkat dan Indonesia mampu swasembada daging. “Jadi, kebutuhan daging untuk masyarakat kita tidak perlu lagi tergantung ke negara lain,” ujar Yanto.

Ternyata profesi boleh saja tukang bakso, tapi semangat dan jiwa nasionalismenya patut diacungi jempol. Hidup Yanto! Semoga lahir yanto-yanto lainnya yang peduli terhadap nasib bangsanya agar tidak dihina bangsa lain. Semoga!sumber hu sinar harapan.com//kba.ajiinews//galang//morassdi//

1 komentar: